Senin, 28 April 2008

Dibalik Nasib Pilu Buruh Migran

Oleh: Rahmat Abd Fatah*

Peringatan hari buruh satu mei mendatang, membuat hati kita terasa sedih, pilu dan bahkan marah. Mengingat berbagai peristiwa kekerasan, kekejaman dan kesengsaraan yang dirasakan oleh tenaga buruh migran kita yang mengadu nasib di negeri orang.

Masih ingatkah kita Maesaroh, seorang warga dusun Krajan desa Majesan, kabupaten Ngawi. Seorang buruh migran yang selama 18 tahun bekerja di Yordania, ia ngendon selama empat bulan dilemari pendingin RS Hospital Gaza city-palestina. Konon ia meninggal akibat penyakit paru-paru. Tidak saja Maesaroh, masih banyak buruh migran yang mengalami nasib pilu seperti itu.
TKI tak pernah mundur selangkahpun dari berbagai permasalahan, keterpaksaan hidup membuat mereka pantang menyerah dan berharap mendapat sesuatu yang lebih baik. keberangkatan TKI keluar negri memang mendatangkan devisa, namun bila devisa sebagai tujuan jelas sangat menurunkan kontrol dan membuat pemerintah kelabakan menanganinya, karena semakin banyak buruh yang akan mendaftarkan diri, ini jelas sangat merugikan TKI, karena nasibnya diluar negri sebagai taruhan antara hidup dan mati.

Indonesia adalah negeri yang terdiri dari 17 ribu pulau dengan sejumlah penduduk lebih dari 210 juta. Negeri yang berlimpah ruah dengan kekayaan alam - baik migas maupun non migas – sehingga hidup di Indonesia merupakan karunia Allah Swt yang tak ternilai.

Namun kekayaan alam yang melimpah ruah tersebut, belum dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Di tahun 2004, data statistik menunjukan angka kemiskinan telah mencapai 51,3 persen versi Bank dunia. Kondisi ini kemudian di perparah dengan kasus korupsi yang tak pernah habisnya, supremasi hukum yang kaku, jaminan keamanan yang buruk, dan stabilitas politik yang tidak menentu.

Hal ini menyebabkan semangat investor untuk menanamkan modalnya di indonesia pun surut, hal ini tidak bisa dipungkiri lagi, angka pengangguran dan angka setengah pengangguranpun melambung mencapai 42 juta jiwa lebih. Kemiskinan dan pengangguran menjadi tanggung jawab negara, namun kenyataan menunjukan sampai sekarang pemerintah terlihat tidak berdaya dalam persoalan tersebut, betapa tidak pemerintah melalui departemen tenaga kerja dan transmigrasi meluncurkan penempatan tenaga kerja Indonesia keluar negeri.

Dari sekitar 350 ribu tenaga kerja indonesia (TKI), sebanyak 38 ribu yang bermasalah, mereka yang bermasalah umumnya pulang ke Indonesia dengan membawa masalah tanpa menunggu penyelesaian kasus diluar negeri.
Rata-rata pendidikan mereka sangat rendah, bahkan ada yang tidak lulus pendidikan dasar sehingga masalah yang kadang menimpa mereka adalah ketidak profesional, PJTKI, TKI ilegal, dan rendahnya posisi tawar pemerintah kepada negara penerima. Posisi buruh yang tidak berdaya ini, semakin tidak berdaya ketika harus mendengar cibiran dari masyarakat dimana mereka bekerja, di Singapura misalnya TKI terkesan lugu, rajin dan bodoh. Sementara di Malaysia, orang menyebut TKI dengan indon, yaitu menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah orang yang patut direndahkan.

Sehingga wajar, gaji yang diterimapun lebih rendah dari tenaga kerja asing lainya, cuti hari libur semakin susah, sering di perlakukan dengan kasar dan tidak manusiawi. Oleh karena itu, melalui hari buruh sedunia satu mei mendatang pemerintah harus melakukan refleksi mendalam atas nasib buruh migran dengan mengambil langkah-langka strategis, baik oleh mereka yang berada di luar negeri maupun para buruh yang berada di dalam negeri. Melakukan pemberdayaan, memberikan keterampilan, baik pemahaman agama tentang makna hidup maupun keterampilan pekerjaan, sehingga mereka secara psikologis merasa tidak terasing dan memandang hidup ini sebagai perjuangan yang toh nantinya kita akan mempertanggungjawabkan perjuangan kita di dunia ini.

Saya jadi teringat keperihatinan Karl Marx atas kekuasan kapitalisme, dimana para pemodal seenaknya memperlakukan para buruh dengan tidak manusiawi, sehingga apa yang sering terdengar di telanga kita ; yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Karl Marx kemudian menghimbau kepada seluruh buruh sedunia untuk berjuang “Hai kaum buruh sedunia bangkitlah”.

* Pengkaji Pada Lingkar Studi Halmahera Selatan (LsM-Hs) Malang

Gender : Open Society atau Matinya Mahasiswi?

Oleh : Rahmat Abd Fatah*


Sebagai sebuah gerakan social, Gender telah diperjuangkan sejak lama oleh kaum feminis barat yang merasa resah atas dominasi kaum pria. Perjuangan ini bermula dari pertanyaan-pertanyaan sederhana. bagaimana dengan perempuan? Bila perempuan tidak berperan mangapa? Bila mereka berperan, apa sebenarnya yang mereka lakukan? Apa artinya itu bagi mereka?


Selama 30 tahun mengkaji pertanyaan diatas menghasilkan kesimpulan bahwa wanita tidak berperan bukan karena keterbatasan kemampuan melainkan upaya sengaja untuk mengucilkan mereka. Pertanyaan diatas kemudian memunculkan komitmen baru bahwa “kita harus bisa mengubah dan memperbaiki dunia sosial untuk membuatnya menjadi tempat yang lebih adil bagi perempuan dan semua orang” (Georg Ritzer-D.JG).


Komitmen sosial tersebut tampaknya telah melebar sayapnya keseluruh dunia. Tak terkecuali Indonesia. telah muncul berbagai LSM Perempuan, Akademisi, Organisasi Profesional, Ibu-ibu RT, Buruh, bahkan sampai kelompok seks komersial dan waria.
Mahasiswi sebagai bagian entitas tersebutpun dituntut mempunyai komitmen dan responsif terhadap fenomena sosial yang melingkupinya. Ketidak stabilan ekonomi, politik, budaya, dan sosial harus menjadi keperihatinan bersama.


Dengan demikian, muncullah istilah Masyarakat terbuka (Open Society). Dimana mahasiswi tidak harus takut berekspresi dan berkarya namun merupakan sebuah tuntutan. Keterbukaan ruang gerak tersebut adalah peluang yang segera ditanggap oleh mahasiswi.
Open society merupakan istilah yang didengungkan oleh Georg Soros. yang membuat penekanan pada semangat individualisme dan liberalisme. bahwasannya perempuan sudah terlalu lama ditindas, biarkanlah Ia berjalan sesuai dengan kehendaknya. ide ini sejalan dengan kaum Feminis radikal barat bahwa perempuan harus berkorelasi positif dengan lelaki dalam ruang publik tanpa ada tantangan apapun.


Kaitan dengan semangat kaum feminis radikal barat, bagaimana posisi Mahasiswi Indonesia dalam upaya merespon konsep Gender dan fenomena sosial? Upaya responsip terhadap konsep jender dan fenomena sosial nampaknya mengalami penurunan dan bahkan tidak ada. Kalaupun ada bisa dihitung dengan jari.


Fenomena ini mengisyaratkan matinya semangat mahasiswi Indonesia dalam menanggap setiap masalah sosial di sekitarnya. Pertentangan kaum Agamawan normative dan Feminis radikal antara atas nama kepentingan norma (tabu, aurat, kesucian dan privasi) dan atas nama kebebasan perempuan (ruang ekspresi, persamaan dll). sudah harus ditinggalkan.


Meninggalkan perdebatan tersebut bukan berarti tidak peduli. Namun sebaliknya menumbuhkan konsep baru. Bahwa perjuangan gender sesungguhnya bermula dari keprihatinan kaum Feminis dan hal tersebut harus ada dalam benak mahasiswi Indonesia. Konsep gender yang dimaksud merupakan konsep keberpihakan terhadap nasib perempuan dan masyararakat lemah (mustad’afin). Inilah konsep yang harus terbangun dalam gerakan mahasiswi indonesa.


Reality Show


Akibat informasi global, mahasiswi Indonesia diajak memasuki apa yang disebut Guy Debord sebagai masyarakat tontonan (society of the spestacle). Pada masyarakat ini yang dominan adalah budaya citra, simbol sesuatu yang artifisial ketimbang substansi.
Pada titik ini mahasiswi terhipnotis ruang gerak atas fenomena sosial disekitarnya. Mahasiswi dinahkodai oleh tayangan media (produk kecantikan, sinetron, show dll). bahkan tanpa memberikan kesempatan sedikutpun untuk memilih.


Nampaknya, fenomena tersebut telah menyelami kedalam kesadaran mahasiswi Indonesia. Lihat saja mahasiswi yang beragama Islam. konon melarang memamerkan aurat apalagi tubuh erotisnya. Kini menjadi hal yang biasa dan kalau ada yang melarang dia diancam sebagai orang yang kurang pergaulan (Kuper) dan ancaman lainnya. Padahal Islam mengatur bahwa kepada suaminya sajalah. Ia boleh memperlihatkan wilayah erotis itu.


Pertanyaan bagaimana dengan perempuan? Bila perempuan tidak berperan mangapa? Bila mereka berperan, apa sebenarnya yang mereka lakukan? Apa artinya itu bagi mereka? Adalah pertanyaan yang harus ditanyakan sekarang oleh mahasiswi. Artinya, mahasiswi sebagai masyarakat ilmiah harus berpikir secara radikal, kritis, dan sistematis.


Secara radikal bukan berarti mengikuti tafsiran kaum feminis radikal dengan menghalalkan segala cara demi kesetaraan. Namun radikal dalam artian mencari akar penyebab ide itu muncul, kemudian dikaji secara ilmiah dan tersistematis. Keprihatinan terhadap penderitan rakyat; kemiskinan, pelcehan seksual terhadap perempuan, angkah bunuh diri anak, seks pranikah, hamil tanpa suami harus menjadi pertanyaan yang segera dijawab Mahasiswi.


* Pengkaji Pada Lingkar Studi Halmahera Selatan (LsM-Hs) Malang

Antara Kapitalisme Dan Etika Politik

Oleh : Rahmat Abd Fatah*

Kapitalisme merupakan ahir daripada sejarah, begitulah tesisnya Fukuyama. Tesis ini mengindikasikan bahwa, umat manusia didunia ini telah terperangkap dalam riak kapitalisme. Kapitalisme telah membelenggu setiap jiwa manusia. Betapa tidak, kita bisa saksikan dimanapun keberadaan kita didunia ini senantiasa bergantung pada kapital. Untuk dipandang lebih baik dikalangan masyarakat harus memiliki modal, merebut kekuasaan harus memiliki modal, mempertahankan status quo harus memiliki modal, singkatnya dalam hal apapun kekuatan modal merupakan hal penentu sehingga tak ayal ia menjelma menjadi ideologi (kapitalisme)
Meminjam Louis Athuser, Demokrasi merupakan ideologi dan atau bentuk pemerintahan yang memiliki batas wilayah yang sama dengan kapitalisme. Demokrasi hanya memberikan “ilusi” bahwa semua orang adalah sama, serta memiliki kekuasaan yang sama. Karena itu demokrasi telah menjadi topeng hubungan eksploitasi ekonomi. Dengan begitiu kita bisa menebak bahwa demokrasi dan kapitalisme memiliki batasan yang sama. Demokrasi sebagai legitimasi dan ekonomi sebagai tujuan.
Bagaimana dengan praktik berdemokrasi elit politik bangsa kita? Apakah demokrasi hanya sebagai legitimasi kepentingan individu dan kelompoknya. Coba kita lihat beberapa kasus terakhir ini. Busung lapar, demam berdarah, diabetes, Korupsi dilingkungan DPR dan tidak ketinggalan sekarang adalah kenaikan harga BBM, kenaikan kebutuhan pokok masyarakat.
Ditengah hempitan ekonomi masyarakat yang serba tidak berdaya itu. Wakil Rakyat kita dengan enaknya menyatukan tekad manaikan gaji tunjangan mereka sebesar Rp. 10 juta perbulan. Belum lagi gaji pokok, gaji penghormatan dan lain-lain. Betulkah mereka memiliki hati nurani? Berbagai janji dan harapan telah mereka berikan dikala kampanye, seolah-olah mereka adalah kooboy yang siap turun dilapangan manakakala masyarakat menjerit kelaparan dan selalu pada kesengsaraannya. Namun kenyataan memberikan lain. Janji yang telah mereka berikan tidak ubahnya debu ditiup angin. hilang begitu saja entah kemana.
Berjuta rakyat miskin yang tidak berdaya hanya bisa mengandalkan sepertiga lahannya menanam singkong untuk mempertahankan hidupnya. Beribu anak bangsa ini menangis karena menjerit kelaparan dan tidak jarang mereka harus mengkhiri hidupnya karena tidak sanggup lagi hidup ditengah kehidupan yang tidak menghidupi ini. Sementara ”mereka” para wakil rakyat berpangku tangan, meminum seteguk anggur melihat mereka didepan layar TV.
Sungguh suatu praktek politik yang tidak etis. Benarlah apa yang dikatakan oleh Ignas Kleden bahwa, pembaruan sistem politik yang sekarang ramai dibicarakan rupanya hanya bisa dilaksanakan kalau ada pergeseran yang nyata dari estetika politik kepada etika politik, yang didukung juga oleh peralihan nyata dari pemikiran yang didasarkan pada budaya politik kepada pertimbangan berdasarkan moralitas politik.
Artinya, apa yang disampaikan Ignas Kleden diatas menjadikan sebuah renungan kembali akan perpolitikan kita. Yang menurut penulis adalah sebuah perpolitikan yang semberaut. Hal ini bisa kita lihat budaya politik yang terjadi pada ordebaru, orde reformasi. tidak jauh berbeda. Mereka lebih mengandalkan estetika politik ketimbang etika politik. Mereka dengan pintarnya memoles kata-kata, ingin memberikan yang terbaik untuk rakyat, menampilkan simbol keberpihakan, anti penindasan, keprihatinan terhadap kekerasan. simbol budaya dan juga simbol agama. ”Mereka” menampilkan teks suci (Al-quran, dan alhadis) sebagai sebuah kekuatan legitimasi.
Bercermin pada berbagai fenomena politik yang terjadi paskah reformasi, tidak bisa dinafikan lagi kalau, simbol (simbol agama,budaya, janji-janji, retorika) menjadi penentu dalam setiap arena politik. Sehingga jangan mengherankan kalau kemudian dibeberapa daerah yang memenangkan hajatan pemilihan langsung adalah mereka yang memiliki kekuatan modal (modal simbol dan duit).
Berikut komentar yang disampaikan oleh ketua Fraksi Partai Golkar setelah sidang untuk pembahasan gaji tunjangan DPR. ketika ditanya wartawan soal interupsi yang disampaikan Lukman Hakim dari fraksi PPP yang mengusulkan agar kebijakan itu ditinjau kembali. Ketua fraksi partai golkar itu kemudian mengungkapkan Okelah kalau memang setuju, ambil saja uangnya lalu kemudian dirapatkan pada faraksi masing-masing, kenapa harus diributkan lagi,-itukan hanya mencari popularitas semata. Dari fenomena ini membuat kita semakin yakin bahwa wakil rakyat, telah terjebak pada budaya politik estetika dan melupakan budaya politik etis (bermoral).

* Pengkaji Pada LsM-Hs Malang

Jumat, 25 April 2008

WAJAH BANGSAKU

BANGSAKU
Tergabung dalam wilayah negara-negara ASEAN.
Pernah Menjadi salah satu Macan ASIA.
Dahulu punya semangat juang yang tinggi mengusir penjajah dari negara-negara besar.

POTENSI BANGSAKU

Tanahnya subur
Rakyatnya banyak (200 juta lebih)
Potensi perairan luar biasa.
Sumberdaya alam melimpah
Multi etnic dan budaya
Daya tarik wisata luar biasa
Dan banyak lagi…

MENTAL BANGSAKU

Sopan santun ???
Kreatif ???
Korupsi ???
Penindas ???
Penipu ???
Apalagi…???

PRESTASI BANGSAKU

Penyelenggara PEMILU demokratis 2004.
Rakyatnya senang memecahkan REKOR MURI
Pengidap Flu burung terbanyak di dunia.
Kecelakaan transportasi terbanyak.
Negara paling banyak bencana alam.
Pengidap HIV yang setiap tahun meningkat populasinya.
Intensitas kriminalitas tertinggi di Asia Tenggara.
Pabrik Narkoba terbesar di Asia Pasifik.
Negara dengan tingkat Korupsi sangat tinggi.

RAKYAT BANGSAKU

Menderita Kemiskinan
Kerusuhan Merajalela
Korupsi menjadi budaya
Krisis mental

SAUDARAKU

Anda adalah bagian dari solusi penyelesaian masalah bangsa ini…
Anda adalah Orang-orang terpilih untuk memperbaiki masalah Bangsa
Apatis terhadanya samahalnya dengan menghianati bangsa ini
Saudaraku
Marilah kawan rapatkan barisan
Bersama bersatu berjuang menuju kemenangan
Buang rasa gentar tuk tumpaskan kezaliman
Marilah berpegangan tangan penuh pendirian
Dalam satu wadah BEM UMM
Menuju satu kemengan
Indonesia baru

WAJAH BARU BANGSA KITA

Macan ASIA
Terpelajar
BEBAS KKN
Demokratis
Tingkat perekonomian dengan tingkat pendapatan yang tinggi.
AMAN BANGSAKU !
JAYALAH BANGSAKU!

BIROKRASI KITA?

MELAYANI BUKAN UNTUK DILAYANI





Senin, 14 April 2008

DEFINISI POLITIK

Oleh Rahmat Abd Fatah
Seorang Murid Sekolah dasar (Rizal) diberi tugas oleh gurunya, ’soalnya;apa itu politik”..? sejak kepulangannya dari sekolah ia terus memikirkan..mm..mm politik…politik..sepertinya gak asing lagi ditelingaku (ya..ellah..de..lawong tiap hari berita politik melulu) sesampainya dirumah iapun dengan semangat menanyakan tugas itu kepada bapaknya.
Kira-kira..jam menunjukan pukul 13.00 seperti biasanya, di atas meja telah disiapkan makanan-makanan lezat dan seperti biasapulah Rizal langsung membabat habis makanan itu..namun tak disangka kali ini rizal seolah tak peduli dengan makanan itu, nampaknya ia penasaran dengan tugasnya ..yang seingat dia (rizal) tugas itu sudah setiap hari ia dengar,…sayang kamu lagi ada masalah..ujar Umi (ibunya) e..e..gak mi..mmm..saya cuman penasaran aja umi, abi. zal dapat tugas dari Bu Guru soalnya ; apa itu poliitik..he..he..he spontan kedua orangtuanya tertawa zal..zal.. bisah aja, masih kecil kok uda mikir politik

Abi..umi kok ketawa..? kita gak ketawain..zal kok, kami justru bangga punya anak pintar..trus apa dong politik? Pintanya, Tersentak orang tuanya diam (ya..kebetulan Orang Tuanya Politisi papan atas Negeri ini gittu..) gini…sayang, agar lebih muda abi ceritain ya?

Politik itu Seperti Kita Sekeluarga adalah negara, ada Abi sebagai kepala negara atau presiden, umi sebagai wakil Presiden, pembantu (Mbah Indah ;bukan cinta indah loya..!) sebagai menteri, nah,..mamat sebagai rakyat..sedangkan Adiknya mamat yang masi diperut ibu ini Masa depan, itu politik zal…!o..o gitu ya..makasih Abi..!
Hari ini (sabtu) umi (ibunya) berangkat ke Jakarta karena harus memenuhi undangan partai (he..he..biasa politisi). Kini waktu telah menunjukan jam 05 pagi..dirumah yang besar itu otomatis tinggal presiden, menteri dan rakyat.

Presidenpun mulai memanjakan menterinya…yeah..mulai nakal gitu dech..Indah..indah (mulaideh..)ia..tuan..! Mas pegal neh..pijiten dong..aduh.. kali kayak gini terus mas gak bisa kerjanih..! yang mana mas? tanya indah..sopan dengan tatapan mata yang polos..sini (menunjukan kiri-kanan bahunya) ah…ah..ah..ah..enak. kamu pintar mijat..presiden memuji..

Tanpa disadari sang Presiden dan menterinya..eh ternyata rakyatnya menyaksikan politik kemesraan itu, kini sang presiden sepertinya kesetanan; indah..gimana kalau pijatnya dikamar aja..ya..biar lebih enak. Ia..mas (lagi-lagi jawannya polos) setelah dikamar ngapain? Ayo.tebak..lagi ngapain yo..? setelah 5 menit berselang keluarlah sang presiden dan menteri yang kelihatannya kompak..dan tidak lagi kaku.

Tepat jam 8. disaat sarapan pagi..sebelum menyantap sarapan, Rizal mengamini pemahamannya tentang politik..Abi..abi zal uda tau apa itu politik. Oya..? politik itu sama dengan, Ibu wakil presiden mewakili ayah sebagai presiden keluar daerah, Ayah sebagai presiden menunjuk Mba indah sebagai Menteri menggantikan tugas-tugas Wakil Presiden. Sementara rizal rakyat jadi penonton..dan adik sebagai masa depan jadi hancur...ha..? Jadi tadi..zal...zal...zal (kaget sang Presiden).

Jumat, 04 April 2008

BEM Universitas Muhammadiyah Malang


TRI KONSOLIDASI BEM UMM1
”Penguatan Visi Kepeloporan Sosial Mahasiswa”

Oleh:Rahmat Abd Fatah

Jika kami bunga
engkau adalah tembok itu
telah kami sebar biji-biji
suatu saat
kami akan tumbuh bersama
dengan keyakinan: engkau akan hjancur
(Wiji Tukul: Tembok dan bunga)

Genealogi gerakan mahasiswa tidak bisa disangkal lagi. Sebagai agen perubahan, mahasiswa telah menoreh tinta emas dalam pusaran kebangsaan. Bahkan sampai dianalogikan oleh Arief budiman sebagai Kowboy yaitu entitas manusia yang turun ke jalan dan tanpa pamrih menggugah kesadaran-kesadaran rakyat.

Sebagai entitas perubah ciri mahasiswa sesungguhnya adalah RUSAK (radikal, universal, sistematis, analitis dan kritis) kesadaran tersebut kemudian tidak berhenti pada ruang-ruang kosong yang hampa namun membumi dan atau berada pada ruang dan dimensi apa saja dan tetap teguh pendiriannya (istiqamah dalam perjuangan).

Memang disadari bersama gerakan mahasiswa bukan tanpa rintangan, namun tetap sesekali berada dipersimpangan jalan dan bahkan kini mulai redup. Sebuah gerakan struktural yang pernah dengan terang-terangan mematikan gerakan mahassiswa adalah diberlakukannya NKK dan BKK oleh pemerintah Tetapi kemudian ruang kebebasan itu terbuka paska runtuhnya rezim otoritarianisme. Namun tidak disangka ruang kebebasan itu memunculkan penjajah baru yang lebih kejam yaitu (neo) imprealisme, (neo) kapitalisme dan liberalisme yang memunculkan indifidualisme dan budaya instan dilingkungan akademik yang tentunya membuat kita berpikir ulang untuk mencari alternatif dan strategi perubahan itu.

Oleh karena itu Sebagai mahasiswa disebuah perguruan tinggi yang bercirikan islam. Tentu saja konsepsi gerakan yang melatari tidak sekedar berwacana, konsepsi yang dibangun adalah konsepsi pembebasan, atau lebih tepat meminjam Farid Esack adalah teologi liberatif terhadap kaum tertindas. Sehingga islam (Allah dan Rasul) benar-benar menjadi pointer penting dalam proses transformasi sosial.

Gerakan mahasiswa hendaknya berangkat dari khitah perjuangannya sebagai minoritas kreatif berciri RUSAK (radikal, universal, sistematis, analitis dan kriis) yang memiliki pemahaman utuh dan menyeluruh tentang realitas yang diperjuangkannya. Sehingga konsepsi ini meniscayakan mahasiswa menggugah niat untuk terlibat mengenal, merasa dan turut dalam proses substansi manifestasi nilai-nilai kemanusiaan yang liberatif emansipatif itu menjadi fakta sosial yang mebebaskan.

Kerangka gerakan diatas meniscayakan Badan eksekutif Mahasiswa (BEM) UMM untuk concern pada basis pemberdayaan atau lebih tegas lagi kembali kepada khitah perjuangan mahasiswa. Namun satu hal yang tetap menjadi catatan adalah posisi badan Ekesekutif Mahasiswa (BEM) yang berada ditengah multi orientasi dan multi kepentingan. Dan bahkan dianolgkan sebagai state miniature yang tentunya memiliki struktur diatas maupun dibawahnya sebaga satu kesatuan sistem. Oleh karena itu BEM kedepan tetap dan harus mengakomodasi seluruh kepentingan itu dengan seobjektif mungkin.

Dengan melatari hal dimaksud maka ada TIGA PROGRAM DAN KEBIJAKAN STRATEGIS atau tri konsolidasi yang segera dilakukan oleh BEMU periode 2007-2008 yaitu :

Konsolidasi Struktural
Konsolidasi Intelektual dan
Konsolidasi Gerakan

KONSOLIDASI STRUKTURAL

Badan eksekutif mahasiswa merupakan satu dari bagian sistem struktur perguruan tinggi yang diberikan peran untuk melakukan proses rekayasa intelektual, rekayasa gerakan, rekayasa kreatifitas bahkan rekayasa batin kepada seluruh masyarakat mahasiswa dalam rangka untuk menggapai cita-cita universitas sebagai sistem makro. Dilain hal seringkali Badan eksekutif mahasiswa dianalogikan sebagai state miniatur yang diperkecil dengan kondisinya sebagai organisasi mahasiswa dalam wilayah perguruan tinggi. Dengan demikian maka tentunya Badan eksekutif mahasiswa sudah selayaknya melakukan konsolidasi struktural dengan mengaplikasikan sistem state administration.

Sistem state administratioin sendiri dalam kontek demokrasi modern telah berubah tidak berisi cetusan pikiran atau pendapat oleh pejabat saja namun, opini publik (publik opinion) harus diakomodasikan dalam kebijaksanaanya dan setiap kebijaksanaan haruslah berorientasi pada kepentingan publik (publik interest) bahkan Georg Frederic Goerl (Dalam Irfan Islamy ``Prinsip-prinsip perumusan kebijaksanaan negara hal-10-11) menekankan harus adanya pendidikan politik bagi administrator agar mereka menjadi publik-spirited citizen yaitu selalu peka dan senantiasa berorientasi pada kepentingan publik.

Dalam kontek konsolidasi struktural GF Goerl memberikan tiga hal sebagai tugas yang harus dilakukan yang dalam kontek BEM (badan eksekutif mahasiswa) bisa dirumuskan sebagai berikut :

-Sebagai birokrat BEM harus memiliki karakter pelaksana kebijakan dan bisa mengakomodasi berbagai sub sistem yang berada dibawahnya dengan selalu melakukan kerjasama atas dasar profesionalisme.
-sebagai pemain (aktivis) atau corong politik BEM bekerja untuk kepentingan publik mahasiswa atas dasar nilai-nilai kemanusiaan dan selalu mempertahankan kepentingan publik dan institusi serta dalam memainkan peran politiknya ia selalu disemangati dengan kepentingan publik
-sebagai profesional ia memilki kemampuan teknis sebagai spesialis dalam menjalankan tugas-tugasnya dan selalu berorientasi pada pemberian pelayanan yang baik sebagai fungsi pelaksana. Selain itu dengan profesionalismenya BEM bukanlah milik satu golongan namun milik semua entitas mahasiswa.

Adapun pendekatan kebijakan strategis yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Merencanakan, menyusun, membuat, yang selanjutnya merekomendasikan peraturan pokok tentang Lembaga Intra dalam bentuk Konstitusi Lembaga Intra.
3. Menyelenggarakan program dan aktivitas untuk memupuk soliditas dan kebersamaan antar lembaga intra, dan lembaga kemahasiswaan lainnya dalam hal posisi dan pelaksanaan peran organisasi pengembangan kemahasiswaan di UMM.
4. Responsibiliti terhadap berbagai kebijakan kampus yang memang tidak mampu merepresentasikan kepentingan mahasiswa

KONSOLIDASI INTELEKTUAL

Istilah Intelektual pertamakali muncul sebagai akibat kontroversi yang mengguncang prancis pada akhir abad-19. term tersebut digunakan oleh orang kanan yang ditujukan untuk pemikir prancis yang memimpin kubu anti pengadilan Dreyfus pada tahun 1896. dengan demikian intelektual seringkali dipadankan dengan pribadi yang mampu memproduk ide dan yang memiliki Conciusnies untuk melakukan perubahan dimasyarakat.

Oleh karena itu konsolidasi intelektual harus selalu berbanding lurus dengan konsolidasi gerakan dan begitupun sebaliknya. Meminjam Antonio Gramsci dalam bukunya ”Selections from prison Notebooks” bahwa semua manusia adalah intelektual, tetapi tidak semua masyarakat memiliki fungsi intelektual itu. Antonio membagi intelektual menjadi dua yaitu pertama, intelektual tradisional (mekanik) yaitu ada pada mereka yang memiliki kesadaran untuk terus melakukan perubahan dimana berjalan secara simultan dari generasi kegenerasi berikutnya. Mereka yang kerena ideologi, agama dan monopoli menyebar ide dan memediator antara masa rakyat dengan kelas diatasnya.

Dengan demikian intelektual sebagai hal sakral dalam masyarakat kampus hendaknya selalu hidup dan mewarnai setiap aktifitas keseharian mahasiswanya. Intelektual pada kontek ini adalah berproses untuk menjadi ”Centre Of Excellent” pusat-pusat unggulan terutama sisi intelektual dan gerakan. melalui wadah inipula diharapkan muncul ide-ide segar pembaharuan. Sebagai kelompok intelektual, selalu berpikir universal tidak sempit dan tersekat oleh kotak-kotak ekslusivisme. Produk-produk pikirannya tidak bernuansan kelompok dan harus bisa menjadi rahmat bagi semua masyarakat kampus.

Disisi lain perguruan tinggi tidak saja terdiri dari komunitas mahasiswa, dosesn dan instrumen administrasi saja namun lebih dari itu sebagai misinya perguruan tinggi merupakan sumber atau arena bagi ilmu pengetahuan yang kemudian bisa mengkonstruksi pola pikir dan pola tindak manusia yang berada didalamnya. Satu kata wajib yang sering kali kita dengar dalam dunia perguruan tinggi adalah kata kata akademik, masyarakat akademik dan seterusnya. Suatu kata dimana didalamnya terjadi proses dialektika knouledge.

Dengan demikian pengembangan wacana keilmuan menjadi wajib dilaksanakan oleh perguruan tinggi dan segenap instrumen sistem yang berada didalamnya tidak terkecuali BEM (badan ekesekutif Mahasiswa) UMM yang merupaka sub sistem dari sistem besar yakni perguruan tinggi untuk terus komitmen dalam wacana keilmuan sebagai wujud tradisi perguruan tinggi yakni budaya akademik.

Kebijakan Strategis Intelektual

-menyelenggarakan kegiatan yang berbasis keilmuan dengan mengembangkan kesadaran atau budaya ilmiah, mendorong Mahasiswa untuk melakukan riset, dan menumbuhkan kemampuan rasionalitas dan logis
-Menyelenggarakan kegiatan yang beriorientasi pada peta pemikiran dan atau perubahan dialektika sehingga mampu memahami diskursus intelektual yang ada dan bahkan yang akan terjadi

KONSOLIDASI GERAKAN

Konsepsi gerakan mahasiswa indonesia tidak bisa dinafikan berangkat dari landasan sosiohistoris yang telah merealita. Dimana mahasiswa mampu menorehkan tinta emas dalam setiap pusaran kebangsaan. Namun kemudian seiring dengan pusaran kebangsaan itu, pusaran global tidak bisa terlepas dengannya ia berjalan ditengah telaga kebangsaan dan sesekali berupaya mencabut akar serabut kebangsaan itu dengan berbagai kecanggihannya. Sehingga tak jarang mahasiswa dalam proses transformasi kesadaran maupun transformasi sosial mengalami hambatan yang sangat akut.

Dengan melihat kondisi seperti diatas maka tentunya gerakan mahasiswa harus diformat kembali disesuaikan dengan realitas kehidupan saat ini, gerakan mahasiswa sudah saatnya melakukan upaya-upaya rekayasa kesadaran, menumbuhkan semangat idealisme untuk menumbuhkan kepekaan sosial sekaligus secara bersama merebut perubahan.

Proses perubahan tidak akan pernah terjadi jika gerakan yang dibangun tersekat oleh ruang eklusifisme dan tidak membumi, gerakan mahasiswa kini harus dikonstruksikan sepopulis mungkin menyentuh kebutuhan basic rakyat. Karena bagaimanapun kita harus jujur bahwa gerakan mahasiswa yang dilakukan paskah era reformasi mendapat jalan buntuh. Hal tersebut bukan tanpa alasan. Apalagi melihat gerakan aksi jalan yang dilakukan saat ini cenderung sesaat dan tidak memiliki visi yang jelas.

Ketidak jelasan visi gerakan bisa dilihat dari materi aksi yang disampaikan dimedia. Sesekali dan selalu saja materi aksi tidak pernah disampaikan atau bahkan tidak diliput oleh media namun yang kita lihat dilayar kaca adalah kondisi Chaos dan konflik lainnya. Disisi lain sasaran aksi hanya ditujukan untuk kampanye tanpa ada proses pengawasan dan keberlanjutannya. Oleh karena itu kiranya gerakan mahasiswa saat ini harus dikonstruksi kembali atau meminjam Farid Esak adalah menggunakan teologi liberatif terhadap kaum tertindas yaitu sebuah aksi sosial yang dilakuan secara sistematis dan terarah, tidak bersembunyi dibalik tirai ekslusifisme namun sekali lagi harus membumi.
***
1 Selengkapnya (www.bemumm.blogspot.com)