Senin, 28 April 2008

Dibalik Nasib Pilu Buruh Migran

Oleh: Rahmat Abd Fatah*

Peringatan hari buruh satu mei mendatang, membuat hati kita terasa sedih, pilu dan bahkan marah. Mengingat berbagai peristiwa kekerasan, kekejaman dan kesengsaraan yang dirasakan oleh tenaga buruh migran kita yang mengadu nasib di negeri orang.

Masih ingatkah kita Maesaroh, seorang warga dusun Krajan desa Majesan, kabupaten Ngawi. Seorang buruh migran yang selama 18 tahun bekerja di Yordania, ia ngendon selama empat bulan dilemari pendingin RS Hospital Gaza city-palestina. Konon ia meninggal akibat penyakit paru-paru. Tidak saja Maesaroh, masih banyak buruh migran yang mengalami nasib pilu seperti itu.
TKI tak pernah mundur selangkahpun dari berbagai permasalahan, keterpaksaan hidup membuat mereka pantang menyerah dan berharap mendapat sesuatu yang lebih baik. keberangkatan TKI keluar negri memang mendatangkan devisa, namun bila devisa sebagai tujuan jelas sangat menurunkan kontrol dan membuat pemerintah kelabakan menanganinya, karena semakin banyak buruh yang akan mendaftarkan diri, ini jelas sangat merugikan TKI, karena nasibnya diluar negri sebagai taruhan antara hidup dan mati.

Indonesia adalah negeri yang terdiri dari 17 ribu pulau dengan sejumlah penduduk lebih dari 210 juta. Negeri yang berlimpah ruah dengan kekayaan alam - baik migas maupun non migas – sehingga hidup di Indonesia merupakan karunia Allah Swt yang tak ternilai.

Namun kekayaan alam yang melimpah ruah tersebut, belum dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Di tahun 2004, data statistik menunjukan angka kemiskinan telah mencapai 51,3 persen versi Bank dunia. Kondisi ini kemudian di perparah dengan kasus korupsi yang tak pernah habisnya, supremasi hukum yang kaku, jaminan keamanan yang buruk, dan stabilitas politik yang tidak menentu.

Hal ini menyebabkan semangat investor untuk menanamkan modalnya di indonesia pun surut, hal ini tidak bisa dipungkiri lagi, angka pengangguran dan angka setengah pengangguranpun melambung mencapai 42 juta jiwa lebih. Kemiskinan dan pengangguran menjadi tanggung jawab negara, namun kenyataan menunjukan sampai sekarang pemerintah terlihat tidak berdaya dalam persoalan tersebut, betapa tidak pemerintah melalui departemen tenaga kerja dan transmigrasi meluncurkan penempatan tenaga kerja Indonesia keluar negeri.

Dari sekitar 350 ribu tenaga kerja indonesia (TKI), sebanyak 38 ribu yang bermasalah, mereka yang bermasalah umumnya pulang ke Indonesia dengan membawa masalah tanpa menunggu penyelesaian kasus diluar negeri.
Rata-rata pendidikan mereka sangat rendah, bahkan ada yang tidak lulus pendidikan dasar sehingga masalah yang kadang menimpa mereka adalah ketidak profesional, PJTKI, TKI ilegal, dan rendahnya posisi tawar pemerintah kepada negara penerima. Posisi buruh yang tidak berdaya ini, semakin tidak berdaya ketika harus mendengar cibiran dari masyarakat dimana mereka bekerja, di Singapura misalnya TKI terkesan lugu, rajin dan bodoh. Sementara di Malaysia, orang menyebut TKI dengan indon, yaitu menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah orang yang patut direndahkan.

Sehingga wajar, gaji yang diterimapun lebih rendah dari tenaga kerja asing lainya, cuti hari libur semakin susah, sering di perlakukan dengan kasar dan tidak manusiawi. Oleh karena itu, melalui hari buruh sedunia satu mei mendatang pemerintah harus melakukan refleksi mendalam atas nasib buruh migran dengan mengambil langkah-langka strategis, baik oleh mereka yang berada di luar negeri maupun para buruh yang berada di dalam negeri. Melakukan pemberdayaan, memberikan keterampilan, baik pemahaman agama tentang makna hidup maupun keterampilan pekerjaan, sehingga mereka secara psikologis merasa tidak terasing dan memandang hidup ini sebagai perjuangan yang toh nantinya kita akan mempertanggungjawabkan perjuangan kita di dunia ini.

Saya jadi teringat keperihatinan Karl Marx atas kekuasan kapitalisme, dimana para pemodal seenaknya memperlakukan para buruh dengan tidak manusiawi, sehingga apa yang sering terdengar di telanga kita ; yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Karl Marx kemudian menghimbau kepada seluruh buruh sedunia untuk berjuang “Hai kaum buruh sedunia bangkitlah”.

* Pengkaji Pada Lingkar Studi Halmahera Selatan (LsM-Hs) Malang

Tidak ada komentar: