Kamis, 18 Juni 2009

Episode Cinta Sang Murabbi


Judul buku : Episode Cinta Sang Murabbi
Penulis : Helvi Tiana Rosa, dkk
Tebal : 324 Halaman ; 18 cm


Cinta: adalah kata kunci kesetiaan, keakraban, kebersamaan, serta semua fenomena keindahan dan kesejukan hidup. Bahkan, cinta adalah kehidupan itu sendiri. Tak seorangpun di dunia ini yang dapat hidup tanpa cinta. Karena hidup tanpa cinta, hampa tiada makna. Maka, setiap kita mesti hidup dalam cinta. Cinta mampu mengerakkan keinginan hati. Semakin kuat cinta, semakin kuat hati mendorong melakukan sesuatu yang disukai.

Demikianlah, atas dorongan cinta, Sang Murabbi selalu siap membimbing, mengajak, mendidik, menegur sapa, dan menasehati mereka yang merindukannya. Episode Cinta Sang Murabbi, bertutur tentang taburan cinta dan kenangan bersama seorang Murabbi yang memberikan sentuhan dan pengaruh mendalam, terhadap orang yang mengenalnya secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga memberikan sinar yang menyelusup menerangi kalbu dan pikiran. Dan akhirnya, terciptalah EPISODE CINTA SANG MURABBI.

Selasa, 16 Juni 2009

Jilbab Istri JK-Wiranto Disukai Kader PKS

Dengan melalui jalan berliku, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akhirnya resmi mendukung duet SBY-Boediono dalam Pemilu Presiden 8 Juli mendatang. Tetapi, ada klaim bahwa akar rumput PKS justru kepincut dengan istri-istri pasangan capres lain, JK-Wiranto, yang keduanya mengenakan jilbab.


"Sebagian besar hati kader PKS itu hatinya ada di JK-Wiranto, karena istrinya berjilbab," kata Wakil Ketua PKS Bidang Politik, Zulkieflimansyah, di Balai Kartini, seperti dilansir vivanews.com Senin, 25 Mei 2009.

Menurut Zul, sapaan akrab Zulkieflimansyah, meskipun alasannya sederhanya, tetapi pengaruhnya tidak dapat diremehkan. Zul menilai, banyak kader yang justru terpengaruh dengan istri-istri JK-Wiranto yang berjilbab.

"Di akar rumput itu berpengaruh besar," kata politisi yang juga pengajar di Universitas Indonesia ini. Menurut dia, duet JK-Wiranto juga mendapatkan penerimaan publik yang cukup signifikan saat melakukan kunjungan ke beberapa daerah.

"Itu membuat koalisi Demokrat harus bekerja keras. Tapi kami juga akan memberikan penjelasan sejelas-jelasnya kepada kader, kenapa PKS memilih SBY-Boediono," ujar mantan calon gubernur Banten ini.

Seperti diketahui, istri Jusuf Kalla, Mufidah Kalla memang sejak lama mengenakan jilbab. Begitu juga dengan istri Wiranto, Rugaya, yang juga berbalut jilbab dalam kegiatan kesehariannya.

Kenapa Jargon-Jargon Anti Neolib ala Capres/Cawapres Hanya Omong Kosong ?

Kenapa Jargon-Jargon Anti Neolib ala Capres/Cawapres Hanya Omong Kosong ? Tulisan ini di kutip dari artikel: Arah Perjuangan Sebenarnya dan Taktik Peleburan PRD-PAPERNAS Ke Partai Bintang Reformasi (PBR) (Siapakah Sebenarnya kekuatan Anti-Neoliberalisme) http://kprm-prd.blogspot.com/2008/09/debat-bualan-prd-papernas.html Karena secara material, secara manajerial dan, yang terpenting, secara politik mereka tidak memiliki kapasitas untuk mandiri. [1] Padahal, selama masih ada swastanisasi oleh segelintir orang terhadap alat-alat produksi sosial, maka sudah jelas akan ada pengisapan (tidak perduli pemilik modalnya orang Asing atau Indonesia)—dan cilakanya, para pemodal Indonesia tak memiliki kapasitas (sekali lagi) material (terutama alat-alt produksi berteknologi tinggi),

kapasitas manajerial, dan kapasitas politik untuk melepaskan diri (secara bertahap pun) dan mengembangkan diri (secara mandiri) dari modal Asing. Apalagi, setelah krisis 1997, hampir sebagian besar kapasitas mereka ambruk. Dan sekarang hanya sebagain kecil saja yang masih memiliki tersebut, itupun dalam arti kapasitas manajerial—Arifin Panigoro, Bakri; Jodi Setiawan, untuk menyebut sedikit contoh—bukan kapasitas material/alat-alat produksi berteknologi tinggi, dalam istilah ekonom Orde Baru: kandungan lokalnya terlalu rendah. Apakah bisa dibayangkan mereka berani melepaskan diri dari ketergantungan terhadap (modal) asing? Tidak, bagi pengusaha (bahkan politisi) “realistis [2]”; dan, walaupun mereka memiliki

keberanian, kehendak politik, namun mereka tidak mengandalkan dirinya pada kekuatan rakyat yang sadar (ideologis), maka nasibnya sudah pasti, seperti juga terjadi pada rejim-rejim “nasionalis” yang pernah ada: ambruk. Kenapa harus menyandarkan diri pada rakyat? Kekuatan rakyat harus dipandang dalam arti: 1) sebagai tenaga produktif; 2) pelindung dari gempuran/tekanan kapitalis/modal asing (yang sering menggunakan negaranya dan badan-badan internasional) untuk meruntuhkan bargain ekonomi-politik dalam negeri—apalagi bila kita masih harus berkompromi dengan modal asing (seperti di Venezuela) karena kita masih belum sepenuhnya memiliki kapasitas memproduksi tenaga produktif (terutama alat-alat produksi berteknologi tinggi), juga belum sepenuhnya memiliki kapasitas manajerial. [3] Dari sejarahnya,

lahirnya para pengusaha “nasional” ini bukan dari hasil perjuangan mereka dalam meruntuhkan kekuasaan Feodal maupun Kekuasaan Penjajahan Kolonial, melainkan lahir dari hasil kolaborasi mereka dengan Modal Internasional, terutama semenjak Orde Baru. Mereka dari lahirnya sudah tidak punya kapasitas untuk membangun Industri dalam negeri, terutama dalam memajukan tenaga produktif (teknologi, kecakapan dan kesehatan tenaga kerja). Satu-satunya yang ada dalam benak mereka adalah bergantung pada modal Internasional: membangun berarti Investasi Modal Internasional; membangun berarti menambah Hutang Luar Negeri. Ketergantungan yang kuat terhadap Modal Internasional membuat mereka tidak akan berani melawan Dominasi Modal Internasional, bahkan akan saling berlomba untuk menjadi calo bagi Modal Internasional. Mereka mungkin hanya mengeluh ketika dengan cepat kekayaan alam kita dijarah Modal Internasional,

namun dengan cepat pula mereka akan tersenyum ketika ceceran keuntungan Modal Internasional jatuh ke tangan mereka—berupa fee atau sebagai rekanan bisnis. Memang mereka belum memiliki mental borjuis atu industrialis, tapi masih mental calo (merchant capital/society). Apa lagi yang bisa kita katakan mengenai para purnawirawan Jendral? Mereka itu adalah para Penjahat HAM dan, selama ini (terutama bila sedang memegang kekuasaan), mereka adalah para pendukung setia kapitalisme Orde Baru-Neoliberalisme. Dan kita tahu bahwa hampir semua perusahaan yang dipegang oleh militer itu AMBRUK atau merugi. Seperti juga “borjuis” dalam negeri, militer tak memiliki kapasitas untuk mengelola “nasionalisme” (berbeda sangat jauh dengan militer fasisme Jerman), atau tak memiliki kapasitas mengelola nasionalisasi aset-aset nasional.

catatan kaki:
[1] Batas antara realisitis dengan pragmatis nampaknya setipis kulit bawang.
[2] Seperti saya jelaskan sebelumnya, faktor lain yang akan membantu, seperti juga yang dilakukan oleh pemerintah Venezuela, adalah bersekutu secara internasional dengan platform progresif—bukan saja demi kepentingan ketahanan dukungan politik internasional, propaganda internasional, namun juga untuk mempertinggi tenaga produktif dalam pertukaran internasional yang lebih adil.

[3] Pengertian obyektif maknanya adalah: disadari atau tidak disadari oleh rakyat, kita harus menjelaskan pentingnya sosialisasi kekayaan (program darurat) dan alat-alat produksi sebagai kebutuhan obyektif rakyat; kita tidak boleh menipunya.

Minggu, 07 Juni 2009

NASIONALISME DEMI BORJUASI NASIONAL

Suara Pembaruan, 10 Maret 2009: MENYONGSONG ERA SOEHARTO BABAK II George Junus Aditjondro Keluarga Cendana, sekarang terang-terangan berdiri di belakang Gerindara, yang mencalonkan Letjen (Purn.) Prabowo Subianto sebagai Presiden RI ke7. Ini diungkapkan Jumat lalu (6/3), di depan massa di muka rumah orangtua Soeharto di Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Kabupaten Bantul, DIY, oleh Probosutedjo, adik tiri Soeharto yang sering jadi juru bicara Keluarga Cendana. Probosutejo sudah pernah mengeluarkan pernyataan serupa, yang kontan ditanggapi mantan Ketua MPR Amien Rais waktu itu. Menurut Amien, dukungan Cendana malah merugikan Prabowo, karena akan mempersempit dukungan bagi dia (Okezone, 23/1).

Mengapa? “Keluarga Cendana mewakili masa lalu. Padahal Prabowo, yang dikesankan dalam iklan TV, mau mengubah Indonesia, mau buat terobosan-terobosan baru. Saya kira, reformasi sudah mengucapkan selamat tinggal kepada Orde Baru. Sekarang malah ada tokoh yang mengajak Prabowo ke zaman baheula. Ini akan merugikan dia,” kata mantan Ketua MPR, yang ikut memotori gerakan menjatuhkan Presiden Soeharto, sebelas tahun lalu. Pernyataan Probosutejo memang penuh kontroversi. Dalam kampanye di Kemusuk, ia menyatakan, dalam tiga tahun setelah Prabowo menjadi Presiden, setiap rakyat akan memiliki tanah minimal dua hektar (Harian Yogya, 7/3).

Padahal keluarga besar Prabowo sendiri menguasai lebih dari tiga juta hektar tanah dari Aceh sampai Papua. Janji pembagian tanah seluas dua hektar buat setiap keluarga tani, mustahil dapat diwujudkan. Kecuali kalau Prabowo dan adiknya, Hashim Djojohadikusumo, bersedia membagi jutaan hektar tanah yang mereka kuasai dalam bentuk perkebunan kelapa sawit, teh, jagung, jarak, akasia, padi dan aren, serta ratusan ribu hektar hutan pinus, kepada jutaan petani lapar tanah. Bagaikan zamrud di katulistiwa, tanah-tanah pencetak dollar bagi kedua bersaudara Djojohadikusumo tersebar dari Aceh ke Papua. Di sekeliling Danau Lot Tawar di Aceh, mereka menguasai konsesi PT Tusam Hutani Lestari seluas 96.000 ha, terentang dari Kabupaten Bener Meriah ke Kabupaten Aceh Tengah. Konsesi itu sumber kayu pinus bagi pabrik PT Kertas Kraft Aceh (KKA) di Lhokseumawe. Di Sumatera Barat dan Jambi mereka menguasai perkebunan kelapa sawit seluas lebih dari 30.000 ha di bawah PT Tidar Kerinci Agung. Di Kaltim, mereka telah mengambilalih konsesi hutan PT Tanjung Redep HTI seluas 290.000 ha, yang dulu dikuasai Bob Hasan. Juga di Kaltim, mereka telah mengambilalih konsesi hutan seluas 350.000 ha dari Kiani Group yang dulu juga dikuasai Bob Hasan dan mengganti namanya menjadi PT Kertas Nusantara, berkongsi dengan Luhut B. Panjaitan, mantan Menteri Perdagangan di era Habibie. Masih di provinsi yang sama, mereka menguasai konsesi hutan PT Kartika Utama seluas 260.000 ha, PT Ikani Lestari seluas 260.000 ha, serta perkebunan PT Belantara Pusaka seluas 15.000 ha lebih. Bergeser ke Indonesia Timur, di Pulau Bima (NTB), mereka memiliki budidaya mutiara serta perkebunan jarak seluas seratus hektare untuk bahan bakar nabati. Sedangkan di Kabupaten Merauke, Papua, mereka berencana membuka Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) seluas 585.000 ha.

Di Papua, mereka juga mengeksplorasi blok gas Rombebai di Kabupaten Yapen dengan kandungan gas lebih dari 15 trilyun kaki kubik. Konsesi Migas Semua ekspansi bisnis itu serta kampanye Gerindra itu dibiayai dari keuntungan Hashim dari bisnis migas. Di masa kejayaan Soeharto, Hashim dan Arifin Panigoro diajak sang Presiden bermuhibah ke negara-negara eks Uni Soviet yang kaya migas, seperti Kazakhstan dan Azerbaijan, dan membeli konsesi-konsesi migas di sana. Krisis moneter yang disusul jatuhnya Soeharto, membuat para keluarga dan kroni Istana harus segera melunasi hutang-hutang mereka yang dikelola BPPN. Arifin melepas ladang migasnya di Asia Tengah tahun 2000, sedangkan Hashim baru enam tahun kemudian melepas ladang migasnya di Kazakhstan, yang dikuasainya melalui Nations Energy Co. yang bermarkas di Calgary, Kanada. Aset itu dijualnya kepada CITIC Group (RRT) seharga US$ 1,91 milyar, atau Rp 17,2 trilyun (Trust, 12-18 November 2007, hal. 11; Swasembada, 24 November-3 Desember 2008, hal. 113-114, 116; Globe Asia, Desember 2008, hal. 49).

Pelepasan ladang migas Kazakhstan tidak mengakhiri kiprah Hashim di bidang migas, sebab di Azerbaijan ia masih memiliki ladang migas yang juga dioperasikan oleh Nations Energy Co. Tahun lalu, ladang itupun ia lepas, karena “harganya bagus”, kata Hashim kepada Swasembada. Namun hasil penjualan ladang migas di Kazakhstan saja lebih dari cukup untuk membiayai kampanye Gerindra. Saldo partai ini paling besar di antara 38 parpol peserta Pemilu 2009, yakni Rp 15 milyar (Seputar Indonesia, 7/3). Keluarga besar Djojohadikusumo ikut mendukung kampanye Gerindra. Selain Hashim sebagai penyandang dana utama, jabatan Bendahara dipegang oleh keponakan Prabowo, Thomas Djiwandono. Putra sulung mantan Gubernur BI, Soedradjad Djiwandono, abang ipar Prabowo, juga menjabat sebagai Direktur Comexindo International (CI) milik Hashim. Dengan investasi sebesar US$ 6 juta, CI membawahi perkebunan karet, teh, dan jagung seluas total 1.200 ha di Jabar dan Minahasa (Sulut), sementara 21.000 ha sedang diurus di Kaltim.

Juga ratusan ribu hektar perkebunan enau untuk produksi gula dan ethanol sedang dirintis di Minahasa dan Papua (Swasembada, 24 November-3 Desember 2008, hal. 115-117). Jadi pertanyaannya sekarang: seandainya Prabowo berhasil meraih kursi RI 1, bagaimana mencegah rezim mendatang tidak mengulangi kesalahan era Soeharto, waktu negara dikelola sebagai imperium bisnis keluarga besar presiden? Penulis adalah pengarang Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa (LKiS, Yogyakarta, 2006).

Dita Indah Sari: JK-Win Paling Nyambung dengan Buruh

Sabtu, 6 Juni 2009 | 14:04 WIB Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik JAKARTA, KOMPAS.com — Aktivis buruh Dita Indah Sari menilai pasangan calon presiden dan wakil presiden Jusuf Kalla dan Wiranto adalah pasangan yang paling nyambung dengan para buruh. Oleh karena itu, para buruh dan pemuda yang tergabung dalam Relawan Berani Bangkit Mandiri (BBM) siap mendukung pemenangan pasangan ini dalam pemilu presiden mendatang. "Kami merasa cocok dengan kemandirian ekonominya. Sedikit banyak gagasannya sangat nyambung," tutur Dita sebelum acara deklarasi di Gedung Panti Trisula Perwari Menteng yang juga dihadiri JK, Sabtu (6/6).

Konsep ekonomi kemandirian yang ditawarkan pasangan JK-Win, menurut Dita, memenuhi poin-poin yang selama ini didambakan para buruh, antara lain terkait program JK-Win untuk melindungi industri dalam negeri dan memperkenalkan sistem outsourcing dan kontrak kerja yang justru berpihak kepada buruh. Selain itu, Dita menilai JK adalah tipe pemimpin yang berani memiliki sikap, tidak terjebak dalam formalitas komunikasi dengan rakyat dan cepat dalam bertindak. "Cocok dengan kami. Kami capek ya dengan pemimpin-pemimpin yang sering bersikap pragmatis dan berbicara tentang hal-hal umum," tutur Dita.

Kepemimpinan JK yang juga dinilai positif adalah solusi-solusi praktis yang kerap ditawarkan JK untuk menjawab permasalahan-permasalahan rakyat, terkait ekonomi. Latar belakang pengusaha yang dimiliki JK tidak menjadi persoalan bagi Dita. "Yang penting sistem. Meski dia dari penguasaha, tapi dia punya sistem yang baik. Bagaimana dia menjaga sistem itu untuk mengatur dia sebagai pejabat dan pengusaha. Kalau konflik kepentingan kan bisa datang dari profesi apa saja," ungkap Dita. Dalam deklarasi hari ini, para buruh akan mengajukan kontrak politik dengan JK-Win, meliputi jaminan perlindungan terhadap industri dalam negeri, perbaikan sistem kerja outsourcing dan kerja kontrak, serta komitmen untuk membangun komunikasi politik yang egaliter dan terbuka dengan rakyat.

Relawan ini akan deklarasi di 25 kota, seperti Solo, Semarang, Banten, Tangerang, dan Yogyakarta. Sebagai koordinator relawan, ia yakin suara buruh se-nusantara akan dapat digalang untuk mendukung pemenangan JK-Win. ----------------------------- SEMAKIN JELAS ARAH OPORTUNISME PRD-PAPERNAS!!! MERAPAT KE GOLKAR YANG DAHULU MAU DI BUBARKAN!!MERAPAT KE MILITER YANG DULU MEMBUNUHI KAWAN-KAWANNYA!!BAGAIMANA PERTANGGUNG JAWABAN MEREKA KEPADA RAKYAT?? -- Admin