Rabu, 24 Desember 2008

Sudah Siapkah Orang Miskin Tidak Makan?

Kemiskinan di indonesia merupakan salah satu masalah sosial yang perlu perhatian lebih dari pemerintah, kemiskinan juga merupakan salah satu akar masalah sosial dengan artian orang orang semakin banyak yang miskin maka masyarakatnya juga akan susah mengakses pelayanan-pelayanan untuk meningkatkan tarap hidupnya. Untuk melakukan itu semua harus ada kebijakan dari pemerintah untuk menekan angka kemiskinan tersebut.

Isu yang paling menarik untuk ditelaah akhir-akhir ini adalah kebijakan pemerintah pusat untuk mengganti bahan bakar dari minyak tanah menjadi LPG, kebijakan pemerintah ini menimbulkan tanda tanya besar untuk masyarakat yang memakai bahan bakar minyak tanah selama ini. Pertanyaan yang mendasar dari pada kebijakan ini adalah sudah siapkah masyarakat menerima kebijakan tersebut?

Dari pertanyaan tersebut team kami dari Laboratorium Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Malang mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan melakukan penelitian di kota Malang. Dari hasil penelitian yang dilakukan memberikan jawaban sementara tentang kebijakan konversi minyak tanah khusus di kota Malang. 72 % memilih kurang setuju dengan konversi minyak tanah dengan beberapa alasan yang diutarakan oleh masyarakat kota Malang.

Dari 12 alasan yang diutarakan oleh responden dalam penelitian ini dari 412 yang menjadi respon yang memilih tidak setuju 211 responden beralasan karena LPG mahal untuk dikonsumsi masyarakat dan lebih berbahaya penggunaannya dari pada minyak tanah.
Anggapan mahal disini merupakan artia dilihat dari pendapatan dan prilaku masyarakat ketika menggunakan minyak tanah dan LPG. Prilaku atau fenomena pemakaian bahan bakar di kalangan masyarakat yang menggunakan minyak tanah adalah dengan pendapatan sehari-hari masyarakat. Dari 211 responden atau 13.3 % yang menolak kebijakan tersebut dikarenakan setiap harinya masyarakat berpenghasilan Rp10.000-Rp 20.000. dari penghasilan itu akan digunakan untuk memasak dan keperluan seahri-hari bagi anggota keluarganya termasuk uang saku anak dan biaya sekolah anak.

Dengan berpenghasilan sebesar di atas, apakah nantinya masyarakat masih bisa memasak apabila bahan bakar untuk rumah tangga akan diganti dengan LPG. Apabila masyarakat masih menggunakan minyak tanah ada beberapa alasan karena dengan uang Rp 2.000 sudah bisa membeli minyak tanah dan terjangkau oleh masyarakat bawah yang berpenghasilan dibawah Rp. 20.000.

Masalah yang lain yang perlu diperhatikan adalah masih banyaknya masyarakat tidak bisa menggunakan dan mengoperasikan dengan LPG. Sehingga anggapan keamanan merupakan salah satu faktor bahwa masyarakat belum siap untuk mengalihkan atau mengganti bahan bakar dari minyak tanah menjadi LPG.

Karena bahan bakar merupakan salah satu dari kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia maka fenomena yang ada di masyarakat dan kebijakan pemerintah mengenai konversi minyak tanah ini sudah disetujui maka perlulah diadakan kajian ulang tentang kebijakan ini sehingga tidak menyisihkan dan malah menambah keterpurukan dan beban sosial yang nantinya akan diemban oleh masyarakat bawah.

Bila dikaji menurut pendapat Maslow tentang hirarki kebutuhan dasar dengan fenomena penolakan terhadap konversi minyak tanah ini dapat diambil benang merahnya yakni tidak adanya bagi masyarakat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi sebelum kebutuhan yang paling utama dan paling mendasar belum terpenuhi.
Teori di atas setidaknya menjadi acuan bagi pemerintah sebagai pembuat produk kebijakan apakah konversi minyak tanah sudah layak diterapkan apakah sudah siapkah masyarakat terutama masyarakat yang masih memakai dan menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar di rumah.

Masyarakat di kota Malang khususnya belum semuanya mampu dan siap dalam menghadapi kebijakan konversi minyak tanah ke LPG yang segera dilaksanakan. Di kota Malang jumlah keluarga miskin mencapai 22,5 % ( 177.814 jiwa) atau sekitar 24.429 KK dari total warga 789.348 jiwa (http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=293477(21-06-07). Jumlah tersebut banyak tersebar di kecamatan Kedungkandang dan Sukun serta sebagian di dalam perkotaan, ironisnya lagi bahwa konversi minyak tanah ke LPG menafikkan kondisi masyarakat kota Malang khususnya.

Staf Lab. Ilmu Kesejahteraan Sosial Unmuh Malang

Tidak ada komentar: