Minggu, 23 Maret 2008

BANGUN KESADARAN POLITIK MASYARAKAT

Siapa yang berhak menentukan masa depan Halmahaera Selatan ? Apakah akan kita serahkan begitu saja nasib Kabupaten ini hanya pada segelintir orang yang karena legalitas politik dan kekuasaan "merasa" paling bertanggungjawab terhadap masa depan HALSEL ini?


Mari bersama-sama duduk untuk saling bicara sebagai orang "HALSEL" mengenai apa yang terbaik bagi kabupaten ini, karena itu tanggungjawab kita bersama ! Jangan sampai semua proses yang terjadi berlalu begitu saja tanpa kita sempat membangun pondasi yang kuat bagi terbangunnya tatanan masyarakat, pemerintahan dan proses demokrasi yang berkeadilan. Kita bersama tentunya tidak menginginkan pada suatu saat kita akan kaget dengan munculnya penyakit-penyakit sosial, hegemonik kapitalisme Global dalam masyarakat, penyakit-penyakit birokrasi yang korup dan demokrasi yang memasung partisipasi kita sebagai orang HALSEL dalam proses-proses pengambilan kebijakan.

Saatnya bersama-sama kita suarakan bahwa birokrasi harus mengabdi pada kepentingan publik, termasuk representasi wakil-wakil kita yang harus benar-benar menjadi corong bagi suara-suara kita dan bukan mewakili suara pribadinya ataupun kepentingan golongannya!
Saatnya bersama-sama kita awasi jalannya semua proses politik, jangan sampai proses politik yang terjadi "hanya" sekedar menjadi monopoli para pelaku politik yang hanya mementingkan kelompoknya saja!

Saatnya bersama-sama kita wujudkan Pemerintahan baru yang benar-benar mengabdi pada kepentingan masyarakat dalam rangka menciptakan masyarakat HALSEL yang sejahtera dan berkeadilan, sehingga kita betul-betul merasakan bahwa "KITA JUGA TURUT MEMILIKI HALMAHERA SELATAN".


"DAMAI PILGUB MALUKU UTARA"

Dalam hitungan hari lagi tepat tanggal 24 November 2007 masyarakat Maluku Utara akan menentukan kepala daerahnya, pemilihan yang di ikuti oleh empat pasangan calon Anthony Charles Sunaryo - Mohammad Amin Drakel (PDIP), pasangan Dr Abdul Gafur-Abdurrahmin Fabanyo (Partai Golkar, PAN serta Partai Demokrasi Kebangsaan), pasangan Mayjen TNI (Purn) Irvan Eddyson-Atti Ahmad (Partai Damai Sejahtera/PDS), dan pasangan incumbent, Thayb Armayn-Gani Kasuba (Partai Demokrat, PKS dan PBB). Sangat meentukan nasib Masyarakat Maluku Utara untuk lima tahun kedepan

Sejalan dengan itu Seolah merupakan keniscayaan bahwa pemilihan kepala daerah berbanding lurus dengan konflik merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar, ia hadir kapan dan dimana saja tanpa membedakan ruang dan waktu, Tentu saja! Pilkada adalah arena politik lokal yang berpotensi menjadi lahan subur bagi pertikaian atau konflik politik. Pilkada disatu sisi sebagai proses kemudahan daerah menentukan kepala daerahnya sendiri secara otonom disisi lain sebagai transformasi konflik pusat kedaerah-daerah, jika pemilihan presiden berada pada wilayah cakupan yang luas konflikpun masi terasa, bagaimana dengan daerah sendiri yang cakupan wilayahnya kecil ditengah multi-identitas yang beragam?

Ketegangan konflik politik bisa hadir langsung dalam kehidupan mana saja tanpa membedakan ruang dan waktu, dijalan, masjid, gereja diangkutan umum bahkan dalam rumah masing-masing. berbeda dengan pemilihan presiden yang semuanya didapat melalui konstruksi Media sehingga ketampakan konflikpun masi samar-samar.

Ketegangan dan konflik politik pun hadir sebagai realitas nyata menjadi "bumbu penyedap" dalam jamuan pilkada, ia hadir dalam suhu yang panas, hangat dan juga tegang "bumbu penyedap" itulah yang terjadi kini, di Maluku Utara, sebuah daerah tercinta yang baru saja baerakhir dari konflik horisontal, yang telah menimbulkan korban materil, moril dan ribuan jiwa manusia.

Terkait dengan Pilkada Maluku Utara, sejak 2001 sampai sekarang tidak pernah luput dari Konflik politik yang bermuara pada kekerasan fisik, Pertama, konflik yang hadir dari mobilisasi politik atas nama etnik, daerah, dan darah. ia muncul di Maluku Utara bagai hidangan Pilkada, di mana ketegangan etnis tinggi serta proporsi penduduk secara etnik berimbang. Sementara itu, konflik yang bersumber dari mobilisasi politik atas nama daerah asal (asli-pendatang) ia muncul di hampir semua level yang menyelenggarakan pilkada. Sementara itu, konflik yang bersumber dari mobilisasi politik atas nama "golongan darah" (bangsawan atau bukan), potensial muncul di Maluku Utara sebagai daerah-daerah kesultanan, di mana relasi politik patronase masih cukup kental.

Kedua, konflik yang bersumber dari premanisme politik dan pemaksaan kehendak. Gejala ini sudah menjadi rahasia umum...saat massa pendukung calon memprotes keputusan KPUD karena calon tidak memenuhi persyaratan administratif yang ditentukan UU.-berbanding lurus dengan setelah diumumkan pemenangan oleh KPUD. "tidak siap" menerima kekalahan dan memprovokasi massa pendukungnya.

Kedua, konflik yang bersumber dari kampanye negatif antarpasangan calon kepala daerah. para calon yang muncul didaerah adalah calon yang tidak asing bagi masyarakat, mereka adalah tokoh yang setiap saat bisa ditemui, karenanya, kampanye negatif yang mengarah munculnya fitnah mengenai integritas kandidat bisa mengundang gesekan antar Massa pendukung.
Keempat, konflik yang bersumber dari manipulasi dan kecurangan penghitungan hasil suara pilkada kelima, potensi konflik juga bisa muncul jika aparat birokrasi (PNS, TNI, Polri serta perguruan tinggi) memobilisasi dukungan bagi kandidat secara terang-terangan, Keenam, konflik bikinan hasil "design" jakarta yang berkepentingan terhadap pilkada didaerah tertentu
Lantas, begitu seramkah pemilihan kepala daerah langsung? Menjadi sangat seram melebihi "pocong" jika melupakan hal dasar kepentingan umum lalu, memobilisasi kesadaran diwilayah ketidak sadaran orang lain, mendikte, merampas ruang-ruang kesadarn orang lain, tidak memberikan pilihan; kemudian memberi iming-iming tertentu hanya untuk meraih kekuasaan maka melebihi pocong adalah "drakula" yang siap menghisap "darah" saudaranya sendiri
Oleh karena itu, atas nama putra daerah yang selalu rindu akan kedamaian Maluku Utara mengharapkan:

  1. Para Calon Gubernur untuk memberikan statemen komitmen siap kalah jika gagal dalam pemilihan
  2. Mengharapkan pihak di daerah(KPUD, Panwas, Pemda, DPRD, Partai-partai, Para Kandidat,Polri,TNI, Kejaksaan, tokoh-tokoh LSM, Ormas, Pers, dan Akademisi) untuk membangun kesepakatan lokal dalam rangka mengantisipasi munculnya konflik yang lebih besar.
  3. Mengharapkan kepada pemerintah daerah dan DPRD untuk memfasilitasi kesepakan lokal, menghindari campur tangan yang berlebihan guna meminimalisasi kecurigaan.
  4. Mengharapkan kepada pejabat institusi perguruan tinggi untuk tetap menjaga independensi lembaga
  5. Menghimbau kepada elit politik Maluku Utara dan Elit Politik di Jakarta agar tidak bermain di air keruh; memancing suasana yang tidak diharapkan menjelang dan paska Pilgub
  6. Mengharapkan kepada para kandidat Gubernur untuk menggunakan cara-cara santun dalam bersaing meraih suara terbanyak dan tidak mengorbankan masyarakat
  7. Harapan, Kepada Masyarakat Tercinta Maluku Utara untuk menggunakan hak pilihnya sebagai anak negeri dalam partisipasi memilih pemimpin yang akan memimpin propinsi Maluku Utara lima tahun kedepan.
  8. Kepada semua yang masi cinta Maluku Utara, negeri ini baru saja mengakhiri trauma konflik horisontal antar sesama saudara yang telah menimbulkan korban materiil, moril, maupun ribuan nyawa manusia. konflik horisontal yang sudah terjadi semenjak propinsi ini terbentuk, jangan sampai terulang kembali…mari setiap diri menjadi penyelamat bagi negeri tercinta kita.
    "Hai Orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah dan seruan rasulnnya, apabila Rasul menyru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu"(Qs.Al-Anfaal[8]:24).


    20 Novermber 2007
    Ma2t_sacheta
    Jl.Tlogomas Gg.15a No.6 b Malang
    www.matganebarat.blogspot.com
    rahmat_halsel@yahoo.co.id






Tidak ada komentar: