Kamis, 23 Juli 2009

Spekulasi Liar Dibalik Pengeboman Ritz dan Marriot

Pagi yang sibuk. Raungan sirene memekakkan telinga. Di seputaran mega Kuningan, banyak pengendara motor dan mobil menepikan kendaraannya.

Bagaimana magnet, pengemudi yang lain banyak menirunya. Ada juga yang sekadar melambatkan laju kendaraannya. Kemacetan pun mengular. Rasa ingin tahu kian menyapa. Ketika ditanya, seorang pengendara motor menjawab santai, "Kebakaran".Tapi, sejauh mata memandang hanya terlihat kebutlan asap tipis. Kebakaran? Sepertinya bukan.

Dan, tak menunggu lama. Konfirmasi itu pun berdatangan. "Ada Ledakan, jangan kemana-mana". "Ritz Carlton dibom". "Marriot dibom lagi". Begitu pesan mengalir. Dan, semuanya benar.

Associated Press melaporkan, bahwa bom pertama meledak di JW Marriot. Lima menit kemudian, diikuti ledakan di Ritz. Sekurangnya dikonfirmasi ada 4 korban dilaporkan dalam keadaan luka parah. Seorang di antaranya terlihat perutnya terburai. Televisi lokal melaporkan sekurangnya ada 9 korban yang tengah di rawat di beberapa rumah sakit di Jakarta.

Jika berdiri sendiri, ledakan di dua hotel ini barangkali akan dihubungkan dengan peristiwa pengeboman terhadap JW Marriot pada Agustus 2003 silam. Ketika itu, Jamaah Islamiyah yang diduga menjadi pelakunya. Jadi, ini semacam "Bom Bali II".

Tapi, tatkala dihubungkan peristiwa lain, kesimpulan liar bisa mengarah ke tempat lain.

Peristiwa itu adalah penembakan yang terjadi di Timika, Papua. Sasarannya adalah pegawai-pegawai Freeport. Sudah dua nyawa melayang, sejauh ini. Dan, ketegangan belum juga terurai. Seperti biasa, OPM yang dituduh sebagai pelakunya. Namun, ada yang ragu ini dilakukan oleh OPM. Menurut yang menyangsikan, jika OPM maka serangan akan ditujukan pada instalasi strategis dan bukannya personil.

Jika disambungkan dengan perampokan uang BNI sebesar Rp 15 miliar yang sedang diantar oleh sebuah perusahaan keamanan di Jakarta beberapa hari lalu. Perampokan itu tak ayal mengirim sinyal-sinyal kegentingan.

Sejauh ini, sekurangnya ada dua spekulasi yang mudah terbangun.

Jika dihubungkan dengan pilpres, tak ayal bakal mudah ada tudingan bahwa semua ini ada kaitannya dengan pihak-pihak yang tidak puas (kalah). Spekulasi ini sepertinya terbangun karena adanya persepsi negatif terhadap kandidat tertentu. Sekali lagi,ini hanya persepsi dan bukan fakta dan hanya berputar-putar dibenak orang-orang yang sudah mempunyai prasangka atau trauma.

Jika dihubungkan dengan krisis keuangan global, gangguan keamanan ini merupakan upaya strategis untuk meruntuhkan 'kemolekan' Indonesia. Di banding negara-negara tetangga, Indonesia terbilang mengkilap. Pertumbuhannya masih positif pada kuartal pertama 2009, meski sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya. Tapi, jika dibandingkan Singpura, Malaysia dan Thailand (yang mengalami gejolak politik), kondisi Indonesia jelas bisa bikin 'iri'.

Spekulasi dengan nalar seperti ini pernah mengemuka tatkala terjadi bom Bali II. Ketika itu, ada sementara kalangan di dalam negeri yang menduga pengeboman itu ada kaitannya dengan kompetisi merebutkan pasar pariwisata. Kebetulan, ada negara tetangga yang sedang hot-hotnya mempromosikan dirinya. Dan, kebetulan pula, anasir-anasir pelaku pengeboman di tanah air memiliki hubungan personal dan organisatoris dengan kolega dan organisai sejenis di negeri jiran tersebut. Bahkan, salah satu ahli pengemboman itu memang warga negara dari negeri tersebut. Satunya sudah tewas dalam sebuah penyeragapan beberapa tahun silam.

Tetap terbuka dan lebih aman untuk menduga, ketiga peristiwa ini benar-benar sesuatu yang sama sekali terpisah.
berpolitik.com

Tidak ada komentar: